Tampilkan postingan dengan label Puisi Teman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi Teman. Tampilkan semua postingan

PEREMPUAN MENANGKAP KEHIDUPAN

0 komentar

Ijinkan Aku Menciummu Ibu...
Sewaktu masih kecil,
aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya.
Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore.
Setiap hari, aku dipaksa membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun.
Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan.
Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain.
Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini,
setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua.
Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku,
ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu.
Terima kasih ibu,
karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku
dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak,
ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas.
Dengan sabar pula ia menunggu.
Sesekali kulihat dari jendela kelas,
ia masih duduk di seberang sana.
Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah,
dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan.
Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu.
Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.

Kini, setelah aku besar,
aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian.
Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit,
ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah.
Saat aku menjadi orang dewasa,
aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.

Di usiaku yang menanjak remaja,
aku sering merasa malu berjalan bersamanya.
Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi.
Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang,
sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya,
ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan.
Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus
agar aku terlihat cantik,
ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya.
Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran,
kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan.
Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh,
membasuh luka di kaki
dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA,
ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi.
Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya.
Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh,
tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa.
Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung
antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah
dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana,
baru aku mengerti,
Ibu yang kuanggap bodoh,
tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya.
Meski Ibu bukan orang berpendidikan,
tapi doa di setiap sujudnya,
pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih.
Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku,
ia menggandengku menuju pelaminan.
Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu.
Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku.
Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya.
Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku,
aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya.
Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu.
Sungguh,
kini setelah aku mempunyai anak,
aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu.
Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.
                             Karya: Nuratul Faizah

Berhenti

0 komentar

ku mulai ragu
ku mulai bimbang
arah mana yang ingin ku tempuh
lorong mana yang akan aku lalui

gerakan kakiku mulai tertahan
terhenti tanpa sebab yang jelas
ku berusaha untuk melepaskan
tapi aku tak tau penyebabnya

ku tersentah seketika
saat tatapan itu muncul
saat binaran cahaya itu menyinariku
seolah-olah semakin dekat

tanpa bisa terelakkan
aku pun tersungkur di tanah kering itu
badanku remuk
nyawaku setengah melayang

aku mencoba bngkit dari bangunku
aku mencoba gerakkan dari gerakanku
aku tak berdaya
saat itu terjadi

aku terhenti
tanpa ada yang mampu menjalankan
aku terkapar
tanpa ada yang mampu untuk memapahnya....

semua seakan berakhir
semua terhenti seketika
tanpa ada yang mampu untuk mengubahnya
tanpa ada yang mampu untuk menjalankan kembali..

berhenti dan terus terhenti
hanya waktu yang mampu untuk membangunkan kembali....
untuk terus kembali bersama
untuk selamanya..
                        Karya : Rahmatul Akbar

https://www.facebook.com/profile.php?id=100002205165086
 

Waktuku Bersamamu

0 komentar

Seiring berjalannya waktu,,
kulalui hari_hariku selalu bersamamu,,
Canda dan Tawa selalu ada disaat kita bersama,,
Banyak kisah dan cerita yang telah terukir Indah
Walaupun diwarnai dengan sedikit pahit,,
Tapi bagiku itu semua terasa manis,,
waktu terus berganti,,
Keindahan malam itu selalu ada,,
disaat Bulan dan Bintang Menaburkan cahaya keindahanya_
disudut_sudut yang masih ditutupi dengan kegelapan,,"Hingga Terang"

Terang itulah yang meyakinkan Aku,,dengan adanya rasa dihatimu
Karya : Abdullah 
https://www.facebook.com/dkofa 
 

Jawabku

0 komentar


membuka hati
bukanlah spesialis ku
bukanlah hal yang mudah
tak ada hambatan pasti,,hanya seperti bisu……..
mungkin
selamanya seperti itu!

kadang rinduku,cemburuku
bukan seperti mereka..
hanya ingin seperti mereka
inginkan hadirkan secercah cahaya bahagia seperti mereka

perjalananku bukan untuk hadirkan seorang wujud adam,
tapi hanya sekedar,,,
menanti cinta yang akan menemani langkahku
dan mengatur irama langkahku menjadi sangat indah…

masih sangat sulit untukku untuk mengerti sebuah kepercayaan
karena bagiku kepercayaan sangatlah hampa
???
 untuk mengerti hatimu,hatinya, hati mereka bahkan hatiku
seperti ingin menyerah,,,aku tak pernah mengerti (*-*)

melangkah seperti ini, seperti terayun-ayun tertiup angin
sepoi
nikmat, sejuk tapi tersembunyi sebuah siksaaan.                      

                                   “  For ur question maybe”
                                    Karya : Dian Safrianihttps://www.facebook.com/profile.php?id=100000221736255