SOSOK KEGIGIHAN SANG USTAD.

0 komentar

OLEH MUHAMMAD FADJAR W

      Hiruk pikuk keramaian yang penuh hiburan di kota metropolitan tak menyurutkan semangat Ustad Awit untuk selalu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar atau mengajak kebaikan dan mencegah suatu keburukan. Lewat Front Pembela Islam atau biasa kita kenal dengan sebutan FPI, Ustad Awit menyalurkan “hasrat”nya untuk membenahi akhlak bangsa ini.
            Keramaian kota Jakarta,aktivitas dari mulai pagi hingga larut malam,dari yang baik sampai yang terburuk sekalipun ada di Jakarta. Banyaknya kemunkaran di Jakarta ,menggerakkan ustad Awit beserta kawan-kawan FPI melakukan tindakan secara real dalam penegakkan amar ma’ruf nahi munkar . Sebelumnya FPI sendiri terbentuk pada 17 agustus 1998 yang akhirnya di ketuai oleh seseorang dari kalangan habaib,yaitu Al Habib Muhammad Rizieq Syihab,Lc .
            Ustad Awit bergabung dengan FPI dimulai pada tahun 2000, ketertarikannya bergabung dengan FPI dikarenakan sikap FPI yang tegas dan berani dalam penegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
            Pengetahuannya di bidang agama yang begitu luas tidak lain karena di tempa di pesantren Nurul Huda ,Pemalang,Jawa tengah.Beliau menimba Ilmu disana hingga 2,5 tahun di pesantren tersebut. Kesehariannya yang sederhana menjadi contoh yang perlu kita terapkan di zaman sekarang dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan berdakwah yang dilakukan sang ustad agar tetap selalu mengajak kepada  kebaikan, dilakukannya secara lembut dan simpatik,hal itu sangat jauh dari opini kita terhadap anggota-anggota FPI yang di kenal sebagai organisasi masyarakat islam garis keras.
            Rumahnya di kawasan Pademangan,Jakarta Utara yang masuk dari gang sempit dan sederhana itu merupakan jawaban bahwa FPI ataupun petinggi-petingginya tidak pernah menerima upeti atau sogokkan apapun demi kredebilitas perjuangan.Kemampuannya dalam berceramah dan mengajar agama islam inilah menjadikan pemasukan utama dalam rumah tangganya.          
             Semangat semakin menggebu-gebu setelah bergabung dengan FPI untuk melakukan tindakan tegas terhadap segala bentuk kemaksiatan. Menurutnya ”perjuangan itu ada 4 bagian, ada dakwah,amar ma’ruf,nahi munkar dan jihad.Jika sedang berdakwah kita wajib santun dan lembut,jika kita sedang amar ma’ruf wajib kita tegas,jika kita sedang nahi munkar kita harus keras,dan yang terakhir jika jihad tidak ada lagi kelembutan dan bahkan lebih keras dari pada nahi munkar”.Kepiawaiannya dalam berdakwah,menjadikan sosok ustad yang kharismatik ini,sering mendapat panggilan berceramah baik dalam kota maupun luar kota.

SUKA DUKA PERJUANGAN
            Dalam perjalanannya, ustad Awit dan FPI tidaklah berjalan dengan lancar,”walaupun hakikatnya saya dan FPI melakukan  tindakan yang tegas bukanlah tindakan yang keras”tuturnya. “Sebagaimana orang awam dan kaum intelektual melihat kami adalah sekelompok orang “preman berjubah”yang main gebuk dan main hantam ,namun sebenarnya mereka tidak tahu betul siapa kami,padahal kami selalu melakukan sesuai prosedur yang berlaku,bentrokan terjadi di karenakan aparat yang berwenang tidak merespons keluhan-keluhan masyarakat terhadap tempat-tempat maksiat sehingga kami bersama-sama masyarakat terpaksa turun ke jalan untuk menghentikan kegiatan maksiat tersebut”tambahnya. Banyaknya tindakan-tindakan kontroversial menjadikan ustad Awit dan FPI dianggap sebagai biang kerusuhan, biang anarkis sehingga tak sedikit LSM atau Ormas lain yang ingin membubarkan FPI karena merasa terusik atas keberadaan FPI. Pada zaman Presiden Gus Dur,FPI mendapatkan ultimatum untuk segera membubarkan ormas ini.”Alhamdulillah,bukan FPI yang bubar tetapi Gus Dur duluan yang “bubar” sebelum masa jabatannnya habis,”ujar ustad Awit.
            Baru-baru ini,di tahun 2011 tersiar kabar bahwa markas FPI Yogyakarta di serang oleh bom misterius,sehingga jatuh korban dari pihak laskar FPI . “Ya itu resiko perjuangan,korban juga sudah dilarikan ke rumah sakit.Yang terpenting kita harus jaga semangat kita untuk melawan musuh-musuh islam”. Menurut Ustad Awit serangan serangan semacam itu tak lain adalah wujud dari perlawanan yang di lakukan musuh-musuh Islam terhadap FPI karena FPI secara tegas melawan kemungkaran yang ada.
            Tak hanya sampai disitu, beberapa tahun yang lalu perjuangannya dengan FPI mengakibatkan banyaknya aktivis-aktivis FPI yang di ancam,di teror bahkan  para ustad-ustadnya diculik dan rumahnyapun di serang oleh sekelompok orang yang tidak di kenal.Ketua Umum FPI,Habib Rizieq juga mendapatkan tembakan misterius saat keluar rumah untuk tujuan berdakwah.”Dalam isu tentang terorispun,jika kami dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di sebut sebagai teroris,ya kami teroris!,”tegasnya. Terlihat bagaimana semangatnya melakukan suatu tugas mulia bersama FPI dalam memberantas kemunkaran yang merajalela di Indonesia khusunya di Jakarta.
           Dalam beberapa catatan sejarah aksi FPI pada tanggal 12 Sya’ban 1419 H / 1 Desember 1998 ,FPI mengeluarkan Pernyataan Sikap tentang Insiden Kupang, Nusa Tenggara Timur yang intinya Mengecam, Mengutuk, dan Melaknat tindakan sekelompok Orang Kristen Radikal yang telah merusak/membakar sejumlah Masjid, dan Membantai / Membunuh / Menganiaya sejumlah Orang Islam. 29 Desember 2007,DPW Front Pembela Islam (FPI) Kota Bandung dan Bandung Maksiat Watch (BMW) melakukan dialog dengan 2 toko yang diduga menjual minuman keras di kota Bandung untuk segera menghentikan kegiatannya awal bulan depan.”Namun terkadang cara-cara atau perjuangan FPI seperti yang di contohkan diatas tidaklah disiarkan oleh media massa,yang disiarkan hanyalah klimaks dari permasalahan yang terjadi seperti bentrokan fisik dan lain-lain,”ujar sang ustad.
                Tak hanya sampai disitu,pukalan demi pukulan pada kasus di kali jodo 2005 di terima ustad Awit pada saat bentrok dengan para preman. Kesabaran dan kegigihannya membuat para Laskar FPI tidak pantang menyerah, semangat dan kegigihannya itulah yang mampu membuatnya masih bergabung dan mengobarkan semangat dalam FPI.Hinaan dan cemooh masyarakat yang tidak “mengenal” FPI seakan-akan perjuangan kami memebela islam itu sia-sia.Tak jarang orang-orang yang awam terhadap FPI,malah mencemooh bahkan menghina FPI,namun menurut ustad Awit “masyarakat tidaklah salah ,yang membuat opini publik itukan sekarang media massa ,masyarakat biasanya menelan mentah-mentah apa yang di beritakan oleh media massa tanpa melakukan pengamatan yang mendalam”.FPI juga mempunyai motto dalam perjuangannya yaitu ‘Hidup Mulia atau Mati Syahid’. Motto tersebut baginya sangat cukup untuk “membakar” semangat para laskar yang insya Allah akan berjuang terus demi tegaknya Islam di negeri ini.  
            kebanyakan masyarakat tidak tahu bahwa ustad Awit dan FPI diteror,dipukuli,dibacok,diserang oleh para preman,oleh para orang-orang bayaran penjaga kemaksiatan, dan hal ini tidak ditayangkan oleh media massa,kalaupun ada hanyalah sedikit yang ditayangkan.”kita berjuang sudah capek-capek,tapi akibat dari pembentukkan opini publik yang di lakukan media massa terhadap masyarakat menjadikan kami hanyalah seperti preman berkedok agama”.
            Komentar-komentar atau fitnah-fitnah menerima sogokan yang dilakukan orang awam dan kaum intelektual yang tidak tahu dan phobia syariat islam semakin menjadikan pria santri ini dengan FPInya semakin dipojokkan.Menurutnya Tak hanya serangan secara fisik,serangan secara opinipun membuat FPI selalu tersudutkan,bisa di katakan FPI yang di cinta,FPI yang di benci. Belum lagi teror dan intimidasi yang dirasakan ustad Awit dan keluarganya, menjadi rentetan duka perjuangan bagi sang ustad.
            Suatu ketika karena kasus Monas tentang ahmadiyah,rumahnya di datangi kurang lebih 40 anggota densus 88 ,namun menurutnya berkat pertolongan Allah beliau bisa menghindar dengan mengisi ceramah di Sukabumi pada waktu yang bersamaan. “Padahal ahmadiyah sudah jelas sesat menyesatkan dan masuk dalam kategori penodaan agama,bukan kategori kebebasan beragama,siapapun yang menistakan atau menodai suatu agama akan di proses secara hukum yang berlaku sesuai dalam UU,”imbuh pria kelahiran 1975 ini.
HARAPAN SEORANG USTAD
            Seperti yang di akui ustad Awit,beratnya perjuangan janganlah menjadi alasan untuk membiarkan segala macam kemaksiatan melanda negeri kita ini. Pembenahan akhlak manjadi prioritas utama dalam setiap diri manusia,sebagai negara yang berdasarkan pancasila seharusnya tiap-tiap perilaku kita sehari-hari dapat berdasarkan ketuhanan.beliau mengatakan “Jika tiap-tiap manusia merasa dirinya Pancasilais dan nasionalis,maka seharusnya mereka para pejabat,para penguasa menghentikan segala macam bentuk kemaksiatan sesuai konsep sila pertama,yaitu Ketuhanan yang Maha Esa”.
            Kini musuh-musuh islam semakin nyata dan semakin berani melakukan peerlawanan terbuka terhadap masyarakat mayoritas muslim di Indonesia, sekali lagi beliau menginginkan negara kita jauh dari maksiat dan dengan begitu pula akan jauh pula negara ini dengan segala bencana .


0 komentar:

Posting Komentar

Mohon Tinggalkan Komentar