Matahari senja telah melambaikan tangan, namun
wanita paruh baya itu masih duduk didepan sebatang pohon rindang diperjalanan
pulang dari kebunnya. Nafasnya masih terengah-engah. Hembusan sepoi belum
sanggup merayunya untuk bangkit. sesekali Kain kecil ditangan
kanannya mengusap muka yang berlumur keringat. Tatapan matanya kosong.
Entah apa yang sedang dipikirkan dalam benaknya.
Suara sepeda motor yang melaju kencang mengagetkan
lamunnya. Wanita bernama Husna itu baru sadar bahwa hari hampir berpelukan dengan
malam. Ia segera bangkit. Diambilnya tas berisi sayur-sayuran dan botol minuman
kosong, lalu ditidurkan dipunggungnya. Ia pun memulai langkah dengan cepat
meninggalkan pohon-pohon rindang dan jalan bebatuan yang selalu menyaksikannya
tiap pergi dan pulang dari kebun.
Krisis ekonomi yang melanda Ketum Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) ini, memaksanya untuk ikut campur memenuhi
kebutuhan hari-hari. Walau ia tak sekuat dulu, tapi diusianya yang hampir
menginjak 51 tahun, semangat untuk beribadah dan bekerja tidak dinomor duakan.
Wajar jika seperempat malam tiba, wanita kelahiran seulimum 17 juli 1962 itu
melalaikan diri diatas sajadah. Ketika pagi tiba ia dengan segera mempersiapkan
sarapan untuk anak-anaknya yang akan berangkat kesekolah. Baru setelah
menyelesaikan tugas hari-harinya, ia mempersiapkan diri untuk berangkat kekebun
membantu sang suami bercocok tanam. Disamping tugasnya sebagai
Ketum PKK, yang tetap ia jalani dengan konsistem dan rasa tanggung jawab.
Sosok husna bukanlah hal asing bagi masyarakat Dusun
Nangka, Desa Jantho Baru. Sifatnya yang ramah dan suka menolong membuat
masyarakat sekitar terkesan dengan pribadi Husna. Pernah suatu ketika seorang
warga meminta bantuan Husna untuk menanami padi disawahnya, namun ia tak mampu
memberi upah pada husna, seperti biasanya orang-orang berikan. Ia hanya mampu
memberi setengah dari upah biasanya. Husna tidak menolak. Dengan keihklasan dan
kebesaran jiwa yang ia miliki, Husna membantu orang tersebut. Hal
itulah yang membuat Husna pernah diusulkan untuk menjadi sekdes di desanya tiga
tahun silam. Namun setelah pertimbangan beberapa hal ia pun menolak sendiri
usulan tersebut.
Husna bukanlah superman atau pahlawan bertopeng
lain, namun perannya dalam memperjuangkan keluarga patut di ancungkan jempol.
Betapa tidak, saat Aceh bergejolak dengan kehadiran kelompok separatis yang
ingin memisahkan diri dari NKRI, keluarga husna termasuk salah satu dari sekian
banyak keluarga yang terkena dampaknya. Setelah kurang lebih satu tahun rumah
yang dibangunnya bersama suami dilahap api, pada tanggal 24 april 2002 keluarga
Husna kembali dilanda musibah. Kali ini ditujukan kearah sang suami. Buruh tani
itu diklaim memiliki hubungan khusus dengan kelompok-kelompok tertentu yang
dianggap mengacaukan negeri. Setelah dipukul babak-belur sang suami digiring
oleh orang-orang tak dikenal itu menuju sebuah truk. Dengan alasan ingin
mengintrogasi.
Dua tahu sudah berlalu. Namun suaminya yang dijanjikan akan kembali satu hari
setelah masa pengambilan belum juga pulang. Selama itulah Husna menjadi
penompang hidup keluarga. Bayangkan seorang wanita yang pekerjaannya hanya
buruh petani yang tidak tergolong produktif, harus mebiayai sekolah dan memberi
makan keempat orang anaknya yang masih keci-kecil. Ditambah dengan keadaan
negeri yang sedang konflik.
“Tuhan selalu ada bersama kita” begitulah kata-kata yang sering terucap dibibir
Husna. Namun disaat ia dengan giatnya membenahi kebutuhan keluarga, Allah
memberi peringatan kepada seisi negri “seuramoe meukah”.Guncangan gempa yang
disusul gelombang tsunami pada akhir tahun 2004 hampir meluluh lantakkan
segalanya. Keluarga Husna memang tidak terkena dampak dari itu, namun hubungan
emosionalnya terus mencekang diri. Ia berhasrat untuk terjun sebagai relawan.
Namun disisi lain ia tidak mungkin meninggalkan anak-anaknya begitu saja.
Saat tataan kota porak-poranda, Jantho menjadi
tempat alternatif bagi para pengungsi bencana gempa dan tsunami. Karena
tempatnya yang tergolong jauh dari sasaran air laut dan termasuk daratan
tinggi. kesempatan itupun tidak disia-sia Husna untuk mewujudkan impiannya
membantu sesama. Walau dengan ala kadar dan keadaan pas-pasan ia bersedia
menampung seorang janda dengan 2 orang anak yang juga masih kecil-kecil untuk
tinggal bersamanya sementara waktu. Secara logika akan terfikir bahwa dengan
bertambahnya anggota keluarga maka kebutuhan akan semakin meningkat. Namun
tidak ada tanda-tanda Husna mengeluh, bahkan hampir setiap hari pada waktu
luangnnya ia bersama ibu-ibu yang lain menbantu untuk mempersiapkan makanan
secara massal kepada para pengungsi didesanya.
Disela-sela perjuanganya, Allah SWT menjawab
dengan hikmah. Anak sulung Husna terpilih menjadi salah satu dari sekian remaja
yang dinobatkan sebagai Relawan Duta Bencana. Kontrak 2 tahun bersama NGO
sungguh sangat menbantu keluarga. Namun hal itu tidak membuat Husna lengah
memegang tanggung jawab keluarga. Ia tetap menjalani tugas hari-hari sebagai
buruh tani yang dibantu oleh anak-anaknya seperti biasa. Sampai suatu ketika
wanita yang ditampung husna beberapa waktu lalu berpamitan tuk tinggal bersama
keluarganya yang kebetulan masih selamat didaerah perkotaan. Dengan berat Husna
melepas sang wanita beserta kedua anaknya. Ia merasa belm memantu apa-apa.
Selang beberapa minggu setelah kepulangan wanita
yang ditampungnya itu, keluarga husna dikejutkan dengan kehadiran seorang pria
godrong dengan tampilan acak-acakan. Semula tidak ada yang tahu siapa lelaki
itu. Namun lambat laun Husna sadar kalau itu adalah suaminya yang telah pergi
sekian lama. Banyak yang berubah dari sang suami. Baik penampilan maupun
sikapnya. Ia seperti stres berat terkadang mengamuk sendiri. Selama itu tidak
jarang Husna dan anak-anaknya menjadi sasaran amukan sang suami.
Karena telah terbiasa menjadi penompang hidup, dan
disaat suaminya kembali dengan keadaan gak karuan, Husna dengan tabah
menjalaninya seperti biasa. Husna tidak lagi berharap pada sang suami seperti
sediakala sebelum ia terkena gangguan jiwa. Dan sampai saat ini husna tetap
seorang pahlawan tangguh bagi keluarganya. Disamping tugas sebagai Ketua Umum
Ibu PKK yang sejak dua tahun terakhir ia pikul. Walau sekarang keadaan jiwa
sang suami sudah membaik, namun seperti telah mendarah daging ia tetap
menganggap diri sebagai penanggung jawab keluarga. Bagi masyarakat di desanya
dialah the real
heroes, sang teladan dari desa yang patut dicontoh.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon Tinggalkan Komentar