Oleh : Satria Putra
Manusia hadir dibumi ini sebagai
makhluk pilihan. Di beri akal sekaligus hawa nafsu, menjadikan manusia paling
istimewa dibanding makhluk lain. Allah swt sendiri melabelkan manusia sebagai
makhluk yang paling mulia dan utama. Bahkan posisinya di tempat tertinggi
diantara ciptaan lain. Karena memilki unsur dan daya materi, memiliki jiwa dengan ciri-ciri berfikir dan
berakal. Dan karena Kelebihan itulah Allah swt menunjuk manusia sebagai
pemimpin bumi, Penjaga bumi dan melestarikanya. Keputusan Sang Khalik ini
sempat menuai protes dari para AlgojoNya yaitu malaikat, namun dengan tegas
Allah berfirman “Sesungguhnya Aku
Mengetahui Apa yang tidak kamu Ketahui” (Al-baqarah:30).
Kehadiran manusia tentu bukan saja
sebagai hiasan bumi belaka. Serba-serbi kelebihan yang telah Allah swt
anugerahkan menjadi bukti bahwa manusia memiliki pikulan amanah yang tidak
kecil. Selain mengabdikan diri kepada Allah swt dengan beriman dan melakukan
amal soleh, mengikut syariat yang ditetapkan oleh agama melalui RasulNya,
manusia juga harus bisa beramal Ma’ruf, Nahi Mungkar serta menjaga diri dan
keluarganya dari ancaman neraka. Meski Allah swt telah berjanji dalam surah
Albaqarah ayat 286, bahwa “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” bukan berarti
itu sebuah kebebasan berkehendak, Namun semuanya harus mengalir berdasarkan
tuntunan Al-qur’an dan hadis nabi. Hal inilah yang mestinya kita cerna benar
selaku manusia. Hidup untuk tidak sekedar hidup adalah tunjangan penting demi
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Agama Islam sendiri mengajarkan,
bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah (`abdullah) dan
sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi. Sebagai hamba Allah, manusia
adalah makhluk kecil dan tak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya
hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai
khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka
manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas
yang sangat besar (Ceramah Zainudin Mz
tentang kewajiban seorang muslim).
Untuk mencapai kehidupan yang
sesuai dengan perintahNya dan Menjadikan manusia tetap berada pada jalan yang
benar, Allah swt telah mengutus para nabi dan rasul sebagai pembimbing umatnya.
Tanpa terasa tahun demi tahun terus berganti, bumi pun semakin tua. Para utusan
Allah, nabi dan rasul sudah kembali padaNya. Tinggalah manusia yang semakin
pandai saja. Namun analisis kepandaiannya justru sering kali berbanding
terbalik dengan apa yang telah diajarkan
oleh para nabi dan rasul. Di sinilah yang menjadi masalah utama. Manusia yang
seharusnya mengabdikan diri pada sang khalik, justru mengabaikannya dan sering
kali perbuatannya hanya sebatas demi kepentingan diri sendiri tanpa
mempertimbangkan baik buruknya.
Manusia memang makhluk yang mudah
sekali melupakan peringatan Allah. Lihatlah, fenomena yang terjadi di
daerah-daerah bekas bencana. Beberapa hari setelah bencana, masjid-masjid
dipenuhi manusia yang meratap dan berdoa kepada Allah. Tapi, ketika tahun
berganti tahun, ketika bangunan-bangunan mulai direnovasi, saat sisa-sisa
bencana mulai sirna, maka banyak lagi yang melupakan masjid. Solat jamaah yang
sebelumnya sempat ramai, kemudian menjadi sepi kembali (Fakhruddin Lahmuddin dalam penyampaian mata kuliah Tafsir Ayat-ayat
dakwah). Lebih parah lagi, kemaksiatan yang sebelumnya sempat mereda,
kembali marak. Bahkan, ada yang secara terang-terangan kembali menentang Allah
untuk menurunkan azabnya. Persis dengan apa yang dilakukan oleh kaum nabi-nabi
yang diperingatkan tetapi malah menantang Allah dan Rasul-Nya.
Penyebab utama berubahnya arah
hidup manusia tidak lain karena kehilangan fitrah sejatinya. Dan berakibat
keluar dari garis kebenaran yang tak seperti seharusnya (H Ahmad Yani dalam materi khutbah jum’at). Hal ini tentunya
melahirkan persoalan baru yang amat berbahaya bagi perjalanan hidup manusia,
baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk mengatasi hal diatas, cara
yang paling mudah adalah dengan saling ingat-mengingatkan sesama kita. Namun sangat
disayangkan, tekhnik saling ingat-mengingatkan ini justru sering disalah
artikan. Banyak diantara kita berpendapat bahwa mengingatkan orang, justu hal
yang diingatkan itu akan terjadi padanya. Seperti pengakuan seorang Ibu yang
mengingatkan pada anak perempuan tetangganya agar tidak pulang larut malam,
keesokan malamnya jusru anak perempuan-nyalah yang pulang larut malam. Meskipun
yang terjadi adalah sebuah kebetulan, tapi ke-engganan ini menjadi kebiasaan
yang populer.
Sebenarnya kata “ingat-mengingatkan” tidak hanya berarti
memberi peringatan, akan tetapi saling memberi peringatan. Atau lebih mudahnya
saling mengingatkan. Kata “saling”
disini adalah adanya timbal balik antar keduanya. Dalam hal ini dimaksudkan
bahwa dengan adanya timbal-balik maka adanya keterkaitan antar satu dengan
lainnya. Jika satu yang salah atau melenceng dari yang diajarkan oleh Allah swt
dan rasulNya maka tugas yang lain untuk mengingatkan. Begitu juga sebaliknya.
Ada kalimat penting harus
benar-benar bisa kita cerna dengan baik. Kalimat ini telah Allah notariskan,
didalam Al-quran surah Al-Ashr
“Demi
Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”
Ayat diatas cukup jelas, bahwa
saling ingat-mengingatkan merupakan anjuran agama, jika kita tidak ingin
disebut golongan yang merugi. Tidak
hanya itu anjuran untuk saling ingat mengingatkan sampai beberapa kali Allah swt
sebut dalam Al-qur’an seperti dalam surah An-Nahl ayat 125
“Serulah
(manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Usaha untuk saling
ingat-mengingatkan atau menyeru manusia ke jalan Allah bukanlah pekerjaan yang
mudah, ia memerlukan pengorbanan segalanya, baik tenaga, harta benda jika
diperlukan nyawa sekalipun. Usaha yang mulia ini akan berhadapan dengan banyak
halangan dan rintangan yang datangnya dari berbagai penjuru. Jika kita tabah
menghadapinya Insya-Allah usaha kita akan berhasil. Tanggung jawab menyeru ke
jalan Allah adalah menjadi tanggung jawab semua kita. Kita dituntut untuk
menyampaikannya sesuai kemampuan kita, baik dengan lisan, tulisan, harta benda ataupun
sekurang-kurangnya berdakwah dengan contoh teladan yang baik.
“Siapakah
yang terlebih baik perkataannya daripada orang yang Menyeru kepada Allah dan
beramal soleh seraya berkata:”Sesungguhnya saya salah seorang Muslim.” (Al-Fussshilat
ayat 33)
Fungsi kita sebagai manusia adalah
menyampaikan dan saling mengingatkan, sedangkan yang memberikan taufik dan
hidayah hanyalah Allah swt. Selayaknya kita dapat menjadi pribadi yang tidak
pernah bosan-bosan untuk saling mengingatkan. Apa yang sudah penulis sampaikan
disini bukan menjadi jaminan bahwa penulis lebih baik dari anda semua, tapi ini
diharapkan untuk menjadi jalan interaksi agar kita dapat menjadi pribadi yang
saling ingat-mengingatkan dan mengingat bahwa dakwah adalah sebuah kewajiban.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon Tinggalkan Komentar