Oleh : Rahmi
Senyum tipis dan manis itu selalu
menghiasi hari-hari gadis remaja yang baru saja berusia 21 tahun, tepatnya 3
Februari yang lalu. Rahmi, itulah nama panjangnya, walaupun nama yang begitu
singkat tapi hidupnya penuh semangat. Pernah suatu ketika, kawan satu unit di
kampusnya berkata, “yang penting semangat..!!” dengan memakai gaya khas
lucunya. Ucapan tersebut membuat perempuan yang tersenyum manis itu menjadi
tersenyum lebar saat mendengar ucapan tersebut. Kalimat itu menjadi motivasi
untuk mengembalikan semangatnya dikala ia sedang putus asa.
Hidup bagaikan pelangi
berwarna-warni, itu yang selalu hadir dalam benak seorang perempuan yang
tinggal di Sibreh, salah satu wilayah di Aceh Besar. Setiap hari yang ia lalui
selalu meninggalkan kenangan, menjadi suatu pelajaran dan pengalaman bagi
hidupnya untuk menatap esok hari yang lebih berarti. Ia yakin bahwa orang yang
paling beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari kemarin.
Anak ketiga dari 6 bersaudara ini
berbeda dengan saudaranya yang lain, kelima saudaranya disekolahkan di pondok
pesantren. Sakit yang dideritanya membuat ia hanya melanjutkan pendidikan di
Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah yang tak begitu jauh dari rumahnya. Namun
semangat belajarnya tak jauh berbeda untuk membahagiakan orang tuanya. Semasa
sekolah ia habiskan bersama kawan-kawannya dengan penuh keceriaan, membanggakan
orang tua karena selalu mendapat peringkat pertama dikelasnya dan sering
mengikuti perlombaan yang mengharumkan nama sekolahnya bahkan sampai tingkat
nasional. Ia pun bangga dengan dirinya sendiri.
Enam tahun ia habiskan waktu di
bangku Tsanawiyah dan Aliyah, tak terasa waktu berjalan begitu cepat, sampai
akhirnya ia akan melanjutkan keperguruan tinggi. Sebelumnya ia sudah menuliskan target hidup kedepan dibuku lucu
paling ia sukai yang dibelikan ayahnya sebagai hadiah juara satu saat masih di
bangku Tsanawiyah. Dilembaran tengah buku tersebut ia menuliskan planning yang
akan ia capai kedepannya. Memang banyak yang telah ia lalui yang sesuai dengan
target, namun ada juga dorongan yang berbeda dari keluarganya untuk melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi. Ayah dan ibunya yang berprofesi sebagai guru
menginginkan anaknya menjadi lebih baik dan membanggakan dengan memberikan
pilihan ke jurusan TEN di IAIN Ar-Raniry dan Psikologi di UNSYIAH.
Tidak pernah terpikir olehnya
untuk memilih jurusan yang diberikan orang tuanya. Ketika masih duduk di kelas
Tsanawiyah, ia sering iseng-iseng mewawancarai guru yang baru selesai menjadi
pembina upacara setiap senin, dan juga Kepala Sekolah serta kawan-kawannya
disaat ada kegiatan yang dilaksanakan di sekolahnya. Aktivitas tersebut tetap
ia lanjutkan sampai tingkat Aliyah. Walaupun kawan-kawan sering mengejek, tapi
ia semakin senang melakukan hal tersebut.
Akhirnya di detik-detik sebelum
Ujian Nasional tahun 2009, ia memperoleh undangan dari IAIN Ar-Raniry, dan
memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di salah satu jurusan Fakultas Dakwah
yaitu Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Konsentrasi Komunikasi. Dukungan dari
keluarga pun hadir kembali dengan menghargai keputusan anaknya tanpa ada paksaan
dari orang tua. Yang penting anaknya bahagia dan orang tuapun bangga.
Tak terasa waktu terus berjalan,
perempuan bertubuh tinggi itu menghabiskan waktu di Jurusan Komunikasi yang ia
impikan semenjak dulu, tepatnya sekarang di unit 2 angkatan 2009 bersama sahabat-sahabat
yang sangat ia sayangi. Belajar bersama, canda, tawa dan masalah demi
masalahpun mereka hadapi bersama. Memang sulit untuk menyesuaikan dengan
bermacam-macam karakter dari mereka, namun inilah hidup yang penuh dengan
perbedaan dan penuh warna agar lebih indah untuk dijalani bersama.
Dua tahun sudah perempuan yang memiliki senyum
manis ini menggeluti di bidang komunikasi, namun tak cukup juga baginya untuk
memperoleh hasil yang optimal. Ia berpikir harus ada kekuatan lain untuk
mendukung dalam proses pendidikan yang selama ini ia impikan. Akhirnya ia
mengambil keputusan untuk mencoba kuliah di salah satu Lembaga dari Aliansi
Jurnalis Independen (AJI). Ia mendaftarkan diri di Muharram Jurnalism College
(MJC) bersama dua orang sahabatnya. Mereka memilih jurusan media elektronik TV.
“Luar biasa” merupakan kesan
pertama baginya setelah melakukan tahap belajar di MJC. Pemateri dari wartawan
berbagai media membuat ia betah berlama-lama disana, alat-alat untuk mendukung
dalam proses praktek lapanganpun lengkap dan siap digunakan. Setelah enam bulan ia belajar digedung sederhana daerah
Beurawe, Banda Aceh itu, akhirnya ditugaskan disalah satu stasiun TV di Banda
Aceh. Tantangan yang begitu menyenangkan baginya walaupun harus bolak-balik
dari kampus ke lokasi tempat magang, ditambah dengan tugas akhir dari MJC yaitu
membuat film dokumenter. Perjuangan yang benar-benar melelahkan namun sesuai
harapan. Akhirnya ia bersama kawan-kawan satu angkatannya mendapat gelar
diploma setelah menyelesaikan wisuda dan memperoleh hasil yang baik. Rasa
bahagia terpancar diwajah perempuan yang memiliki impian besar ini.
3 Februari 2011 lalu, senyuman
manis itu semakin terpancar saat mendapatkan hadiah yang sudah lama ia
inginkan. Handycam adalah kado istimewa dari orang tuanya yang dibelikan saat
mereka ke Jakarta ke tempat pamannya. Hari-hari ia habiskan dengan rekaman dan
kilatan cahaya dari handycamnya. Ia tak mau melewatkan moment penting saat
bersama keluarga dan teman-temannya begitu saja.
Sekarang perempuan dengan penuh
semangat itu sedang melanjutkan kuliahnya yang masih semester VIII di jurusan KPI
Komunikasi yang ia cintai, dengan harapan impian yang ia impikan menjadi sebuah
kenyataan. Menjadi Jurnalis Profesional, itulah impiannya sejak dulu.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon Tinggalkan Komentar