SENYUMAN MANIS MENGAYUNKAN LANGKAH DISAAT MATAHARI TERBIT

0 komentar


Oleh : Abdullah


Senja berlalu, malampun tiba, tiupan angin yang membawa kesejukan sampai mentari  terbit begitu menghangatkan, pria yang lahir 15 Desember yang diberi nama  Abdullah, terbangun dari tidurnya disaat mentari menyinari bumi menikmati  suasana pagi sambil ngopi..

Detik demi detik jarum jam terus berputar, hangatnya mentari membuat pria itu lalai dengan suasana pagi begitu indah pada saat itu, sampai-sampai tidak terasa waktu terus berlalu.
Tidak lama kemudian, pria yang berkulit putih tersebut mencoba untuk melangkah mencari arti hidup yang sesungguhnya.

Pria yang lahir di sebelah mata hari terbenam tersebut, pertamanya tidak ada minat untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi, karna kondisi ekonomi keluarganya tidak mendukung, bercita-cita untuk menggapai bintang di langit, dan ia juga berpikir hal yang biasa dilakukun oleh almarhum ayahnya, keluarga yang sembilan bersaudara ini, setelah mereka  lulus dari SMP, almarhum ayahnya  tidak mengijinkan seorangpun anaknya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, almarhum lebih menganjurkan kepada anak-anaknya untuk masuk ke Pasantren, mengingat hal tersebut pria berkulit putih itu begitu sulit untuk melangkah lebih jauh. Pria yang sering di sapa oleh teman-temannya dengan sapaan Adul, Akhirnya memilih untuk pergi meninggalkan sejenak kampung tercinta, pria yang berkelahiran 15 desember ini berkeinginan untuk bekerja di sebuah desa, yang pada umumnya aktivitas masyarakat desa tersebut mereka bekerja membuat bata dari tanah yang bewarna kuning bagi mereka itu adalah emas yang sangat beharga.

Pria yang baru bertamu di desa tersebut, tinggal bersama kakaknya yang telah lama menghunikan desa itu, pria yang kelihatannya begitu lelah, akhirnya dia membaringkan tubuh sejenak untuk beristirahat. Keesokan harinya, suasana mulai terasa beda, pria tersebut menikmati secangkir kopi dan hangatnya mentari. Tak lama kemudian mencoba mengayunkan langkah untuk mencari aktivitas di desa tersebut, kakaknya yang telah lama  berpisah denganya itu, mengajak ia pergi disebuah tempat yang biasa kakaknya beraktivitas setiap matahari terbit sampai matahari terbenam.

Kakaknya bekerja membuat benda yang berbentuk segi empat yang di buat dari tanah liat. Kakaknya melakukan pekerjaan tersebut dengan senyum manis, yang membuat pria itu semangat untuk mencobanya. Waktu terus berlalu, mataharipun mulai mengambil posisinya disebelah barat dan mereka bergegas untuk pulang.

Esok harinya, pria tersebut begitu semangat untuk bekerja, disaat mentari mulai menyinari, pria itu mengayunkan langkah demi langkah tidak menunggu ajakkan dari kakanya, ia langsung pergi melakukan pekerjaan yang dilakukan selama ini oleh kakaknya, begitu berat baginya karena belum terbiasa. Tak lama kemudian kakaknya datang dia terkejut, lalu kakaknya menyapa dengan senyuman manis yang membuat dia semangat untuk bekerja lebih keras lagi. Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat  bekerja keras, tidak peduli dengan keadaan dan waktu.

Waktu terus berlalu, disuatu ketika pria tersebut duduk termenung memikirkan bagaimana hidup seseorang tanpa ilmu. Pria itu teringat ketika guru pengajian TPA nya bilang, “ Ilmu adalah sebuah cahaya yang menerangi kegelapan,  tanpa ilmu dunia ini terasa gelap”.
Detik jam terus berputar, pria tersebut masih duduk terpaku merenungkan bagaimana nasibnya kedepan.

Beberpa bulan kemudian, akhirnya ia  mencoba  mencurahkan sedikit keinginan hatinya  untuk pergi melangkah mencari cahaya menuju pejalanannya kedepan, kepada kakak yang selalu memberikan senyum menis untuknya. Keesokan harinya, disaat mentari mulai menyinari bumi, pria tersebut dengan wajah begitu semangat tak sabar lagi ingin berjumpa dengan Ibu dan saudara-saudara untuk melepaskan rasa  rindu, dan mencurahkan keinginan hatinya yang selama ini terpendam.

Disaat pertengahan tahun mulai tiba, anak kedelapan dari sembilan bersaudara tersebut berangkat dari kampung halamannya meninggalkan Ibu dan saudara – saudaranya, pria yang  tak sabar lagi ingin melihat merasakan keindahan yang selama ini oleh kawan – kawannya.
Waktu senja terasa lama berlalu, detik jarum jam terus berputar hingga malam tiba, dia tertidur lelap hingga pagi menyapa, Banda Aceh pun tiba.
Seminggu kemudian, pintu Fakultas Dakwah terbuka dan Jurusan KPI menyambutnya dengan senang hati sampai detik ini.
                 

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon Tinggalkan Komentar